Perbedaan Hewan Ruminansia dengan Hewan non Ruminansia

Definisi dari Ternak Rumiansia dan Non Ruminansia
            Ternak ruminansia adalah ternak atau hewan yang memiliki empat buah lambung dan mengalami proses memamahbiak atau proses pengembalian makanan dari lambung ke mulut untuk di mamah. Contoh hewan ruminansia ini adalah ternak sapi, kerbau, dambing serta ternak domba. Ternak non ruminansia adalah ternak atau hewan yang memiliki satu lambung atau di sebutjuga dengan ternak monogastrik. Contohnya : ayam, burung, kuda serta babi.
             Ruminansia merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordo Artiodactyla disebut juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin "ruminare" yang artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak. Hewan ruminansia umumnya herbivora atau pemakan tanaman, sehingga sebagian besar makanannya adalah selulose, hemiselulose dan bahkan lignin yang semuanya dikategorikan sebagai serat kasar. Hewan ini disebut juga hewan berlambung jamak atau polygastric animal, karena lambungnya terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Rumen merupakan bagian terbesar dan terpenting dalam mencerna serat kasar, sehingga karena pentingnya rumen dalam proses pencernaan ruminansia, maka timbul pelajaran khusus yang disebut ruminologi.
    Ruminansia adalah kelompok hewan mamalia yang bisa memah (memakan) dua kali sehingga kelompok hewan tersebut dikenal uga sebagai hewan memamah biak. Dalam sistem klasifikasi, manusia dan hewan ruminansia pada umumnya mempunyai kesamaan siri dari sistem pencernaan hewan ruminansia dan manusia. Contoh hewan ruminansia ialah kerbau, domba, kambing, sapi, kuda, jerapah, kancil, rusa dan lain – lain.
Seperti halnya pada manusia, hewan ruminansia memiliki seperangkat alat pencernaan seperti rongga mulut (gigi) pada hewan ruminansia terdapat gigi gerahan yang besar yang berfungsi untuk menggiling dan menggilas serta mengunyah rerumputan yang mengandung selulosa yang sulit dicerna. Selain rongga mulut hewan ruminansia memiliki persamaan dalam alat pencernaan yaitu esophagus, lambung dan usus. Hewan non ruminansia (unggas) memiliki pencernaan monogastrik (perut tunggal) yang berkapasitas kecil. Makanan ditampung di dalam crop kemudian empedal/gizzard terjadi penggilingan sempurna hingga halus. Makanan yang tidak tercerna akan keluar bersama ekskreta, oleh karena itu sisa pencernaan pada unggas berbentuk cair. Ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki empat buah kantung lambung yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Proses pencernaan ruminansaia yaitu pencernaan secara mekanisme dimulut dengan bantuan saliva (air lidah), pencernaan fermentatif didalam rumen dengan bantuan mikroba rumen, dan pencernaan enzimatis pasca rumen (hidrolitik). Ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki empat buah kantung lambung yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum.Ternak ruminansia merupakan hewan yang memiliki empat lambung, diantaranya rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Sedangkan ternak non-ruminansia hanya memiliki satu lambung atau sering disebut dengan mono gastric. . Hewan Ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki lambung dengan beberapa ruangan. Hewan ruminansia termasuk dalam sub ordo Ruminansia dan ordonya adalah Artiodaktil atau berkuku belah. Hewan non ruminansia adalah hewan yang hanya memiliki satu lambung atau mono gastrik. Hewan non ruminansia merupakan hewan berperut tunggal dan sederhana.
B. Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia dan Non Ruminansia
        Pola sistem pencernaan pada hewan umumnya sama dengan manusia, yaitu terdiri atas mulut, faring, esofagus, lambung, dan usus. Namun demikian, struktur alat pencernaan kadang-kadang berbeda antara hewan yang satu dengan hewan yang lain. Berdasarkan susunan gigi di atas, terlihat bahwa sapi (hewan memamah biak) tidak mempunyai gigi seri bagian atas dan gigi taring, tetapi memiliki gigi geraham lebih banyak dibandingkan dengan manusia sesuai dengan fungsinya untuk mengunyah makanan berserat, yaitu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri atas 50% selulosa. Jika dibandingkan dengan kuda, faring pada sapi lebih pendek. Esofagus (kerongkongan) pada sapi sangat pendek dan lebar serta lebih mampu berdilatasi (mernbesar). Esofagus berdinding tipis dan panjangnya bervariasi diperkirakan sekitar 5 cm. Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali (kedua kali).
       Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan fermentasi. Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%. Pembagian ini terlihat dari bentuk tonjolan pada saat otot sfinkter berkontraksi. Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke ornasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim. Selulase yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena pH yang sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan untuk menjadi sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan ini tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia. Asam lemak serta protein inilah yang menjadi bahan baku pembentukkan susu pada sapi. Nah, inilah alasan mengapa hanya dengan memakan rumput, sapi dapat menghasilkan susu yang bermanfaat bagi manusia. Hewan seperti kuda, kelinci, dan marmut tidak mempunyai struktur lambung seperti pada sapi untuk fermentasi seluIosa. Proses fermentasi atau pembusukan yang dilaksanakan oleh bakteri terjadi pada sekum yang banyak mengandung bakteri. Proses fermentasi pada sekum tidak seefektif fermentasi yang terjadi di lambung. Akibatnya kotoran kuda, kelinci, dan marmut lebih kasar karena proses pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yakni pada sekum. Sedangkan pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang kedua-duanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu.
       Pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar tubuh seringkali dimakan kembali. Kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung banyak zat makanan, yang akan dicernakan lagi oleh kelinci. Sekum pada pemakan tumbuh-tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan sekum karnivora. Hal itu disebabkan karena makanan herbivora bervolume besar dan proses pencernaannya berat, sedangkan pada karnivora volume makanan kecil dan pencernaan berlangsung dengan cepat. Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai 40 meter. Hal itu dipengaruhi oleh makanannya yang sebagian besar terdiri dari serat (selulosa). Enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri ini tidak hanya berfungsi untuk mencerna selulosa menjadi asam lemak, tetapi juga dapat menghasilkan bio gas yang berupa CH4 yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif. Tidak tertutup kemungkinan bakteri yang ada di sekum akan keluar dari tubuh organisme bersama feses, sehingga di dalam feses (tinja) hewan yang mengandung bahan organik akan diuraikan dan dapat melepaskan gas CH4 (gas bio). Jika di lihat urutan saluran pencernaan pada ruminansia adalah sebagia berikut;
1.mulut esophagus rumen reticulum omasum abomasum usus halus usus besar 
    (caecum, rectum ) anus.
2. Saluran pencernaan non ruminansia.
       Pada ternak non ruminansia atau hewan yang mempunyai labung tunggal alat pencernaanya terdiri dari :
Mulut ( cawar oris ) tekak ( pharing ) kerongkongan ( esophagus ) gastrium ( lambung ) intestinum tenue ( usus halus: duodenum, ileum ,jejunum ) usus kasar ( caecum dan rektum) anus. Saluran pencernaan ini dinamakan dengan monogastrik, pada jenis unggas saluran pencernaanya mempunyai beberapa perbedaan dalam bentuk anatominya dengan hewan monogastrik lainnya, tetapi fungsinya secara umum dapat di katakana hamper sama, sedangkan pada hewan ruminansia lebih komleks.
       Perbedaan kebutuhan zat makanan ternak ruminansia dan non ruminansia yaitu Standar kebutuhan pakan atau sering juga diberi istilah dengan standar kebutuhan zat-zat makanan pada hewan ruminansia sering menggunakan satuan yang beragam, misalnya untuk kebutuhan energi dipakai Total Digestible Nutrient (TDN), Metabolizable Energy (ME) atau Net Energy (NEl) sedangkan untuk kebutuhan protein dipakai nilai Protein Kasar (PK), PK tercerna atau kombinasi dari nilai degradasi protein di rumen atau protein yang tak terdegradasi di rumen. Istilah Standar didefinisikan sebagai dasar kebutuhan yang dihubungkan dengan fungsi aktif (status faali) dari hewan tersebut. Misalnya pada sapi perah, pemberian pakan didasarkan atas kebutuhan untuk hidup pokok dan produksi susu, sedangkan untuk sapi potong lebih ditujukan untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Namun tidak mudah pula untuk menentukan kebutuhan hanya untuk hidup pokok saja atau produksi saja, terutama untuk kebutuhan zat makanan yang kecil seperti vitamin dan mineral.
       Alat pencernaan (Apparatus digestorius) terdiri atas saluran pencernaan (Tractus alimentarius) dan organ pembantu (Organa accesoria). Dilihat dari anatomi alat pencernaan, terdapat tiga kelompok hewan yakni kelompok hewan berlambung jamak (polygastric animals) antara lain sapi, kerbau, rusa, domba, kambing dan kijang, kelompok hewan berlambung tunggal (monogastric animals) antara lain manusia, anjing, kucing, babi, kuda dan kelinci, dan hewan yang berlambung jamak semu (pseudo polygastric animals) antara lain ayam, bebek, angsa, dan burung. Hewan yang berlambung jamak dikelompokkan sebagai ruminansia dan yang berlambung tunggal dikelompokkan ke dalam non ruminansia. Unggas yang merupakan hewan berlambung jamak semu (pseudo ruminants) dikelompokkan ke dalam non-ruminansia.
       Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke ornasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim.
       Selulase yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena Ph yang sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan untuk menjadi sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan ini tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia.
        Sedangkan pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang kedua-duanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu. Pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar tubuh seringkali dimakan kembali. Kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung banyak zat makanan, yang akan dicernakan lagi oleh kelinci. Sekum pada pemakan tumbuh-tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan sekum karnivora.
         Hal itu disebabkan karena makanan herbivora bervolume besar dan   proses pencernaannya berat, sedangkan pada karnivora volume makanan kecil dan pencernaan berlangsung dengan cepat. Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai 40 meter. Hal itu dipengaruhi oleh makanannya yang sebagian besar terdiri dari serat (selulosa).
            Pencernaan karbohidrat dimulai di mulut, dimana bahan makanan bercampur dengan ptialin, yaitu enzim yang dihasilkan oleh kelenjar saliva (saliva hewan ruminansia sama sekali tidak mengandung ptyalin). Ptialin mencerna pati menjadi maltosa dan dekstrin.Pencernaan tersebut sebagian besar terjadi di mulut dan lambung. Mucin dalam saliva tidak mencerna pati, tetapi melumasi bahan makanan sehingga dengan demikian bahan makanan mudah untuk ditelan.Mikroorganisme dalam rumen merombak selulosa untuk membentuk asam-asam lemak terbang.
            Mikroorganisme tersebut mencerna pula pati, gula, lemak, protein dan nitrogen bukan protein untuk membentuk protein mikrobial dan vitamin B. Tidak ada enzim dari sekresi lambung ruminansia tersangkut dalam sintesis mikrobial. Amilase dari pankreas dikeluarkan ke dalam bagian pertama usus halus (duodenum) yang kemudian terus mencerna pati dan dekstrin menjadi dekstrin sederhana dan maltosa.
       Enzim-enzim lain dalam usus halus yang berasal dari getah usus mencerna pula karbohidrat.Enzim-enzim tersebut adalah
1. Sukrase (invertase) yang merombak sukrosa menjadi glukosa dan  
    fruktosa.
     2. Maltase yang merombak maltosa menjadi glukosa
     3.Laktase yang merombak laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Dari data diatas dapat   dirangkum bahwa , Pada hewan memamah biak, lambungnya terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1.    Rumen: bagian lambung tempat penghancuran makanan secara   
     mekanis
          2.    Retikulum: bagian lambung tempat pencernaan selulosa oleh bakteri
          3.    Omasum: bagian lambung tempat pencernaan secara mekanik
          4.    Abomasum: bagian lambung tempat terjadinya pencernaan secara     
               kimiawi dengan bantuan enzim dan HCl yang dihasilkan oleh dinding  
               abomasum.
           Makanan ruminansia banyak mengandung selulosa, hemiselulosa, pati, dan karbohidrat yang larut dalam air dan fruktan-fruktan.  Proses degradasi dan fermentasi karbohidrat dalam rumen dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu (1) pemecahan pertikel makanan yang menghasilkan polimer karbohidrat, (2) hidrolisa polimer menjadi sakarida sederhana (glukosa), dan (3) fermentasi sakarida sederhana menghasilkan VFA berupa asetat, propionate, dan butirat, serta gas CO2 dan CH4.
Fermentasi makanan oleh mikroba rumen akan berlangsung dengan baik jika didukung oleh kondisi yang sesuai untuk kehidupan mikroba.  Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kondisi rumen mendekati anaerob, pH diusahakan 6,6-7,0 dengan saliva sebagai larutan penyangga (buffer), kontraksi rumen menambah kontak antara enzim dengan makanan, laju pengosongan rumen diatur selalu terisi walaupun ternak menderita lapar dalam waktu yang lama, serta suhu rumen konstan, faktor tersebut diperlukan untuk kelangsungan proses fermentasi.
     Keuntungan ruminansia
Keuntungan ruminansia yang mempunyai organ fermentatif sebelum usus halus adalah: (1) dapat mencerna bahan makanan berkadar serat kasar tinggi sehingga bahan makanannya sebagian tidak bersaing dengan manusia, (2) mampu mengubah sembarang N termasuk Non Protein Nitrogen (NPN) seperti urea menjadi protein bermutu tinggi, (3) keperluan asam amino untuk memenuhi nutrisi proteinnya tidak bergantung kepada kualitas protein makanannya, (4) produk fermentatif dalam rumen dapat disajikan ke dalam usus halus dalam bentuk yang mudah dicerna, dan (5) kapasitas rumen yang sangat besar, mampu menampung banyak sekali makanan sehingga proses makannya dapat berjalan dengan cepat.
Hewan non ruminansia (unggas) memiliki pencernaan monogastrik (perut tunggal) yang berkapasitas kecil. Makanan ditampung di dalam crop kemudian empedal/gizzard terjadi penggilingan sempurna hingga halus. Makanan yang tidak tercerna akan keluar bersama ekskreta, oleh karena itu sisa pencernaan pada unggas berbentuk cair.
Zat kimia dari hasil–hasil sekresi kelenjar pencernaan memiliki peranan penting dalam sistem pencernaan manusia dan hewan monogastrik lainnya. Pencernaan makanan berupa serat tidak terlalu berarti dalam spesies ini. Unggas tidak memerlukan peranan mikroorganisme secara maksimal, karena makanan berupa serat sedikit dikonsumsi. Saluran pencernaan unggas sangat berbeda dengan pencernaan pada mamalia. Perbedaan itu terletak didaerah mulut dan perut, unggas tidak memiliki gigi untuk mengunyah, namun memiliki lidah yang kaku untuk menelan makanannya. Perut unggas memiliki keistimewaan yaitu terjadi pencernaan mekanik dengan batu-batu kecil yang dimakan oleh unggas di gizzard.
Saluran pencernaan ruminansia terdiri dari rongga mulut (oral), kerongkongan (oesophagus), proventrikulus (pars glandularis), yang terdiri dari rumen, retikulum, dan omasum; ventrikulus (pars muscularis) yakni abomasum, usus halus (intestinum tenue), usus besar (intestinum crassum), sekum (coecum), kolon, dan anus. Lambung sapi sangat besar, yakni ¾ dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dikunyah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi pembusukan dan peragian.
Pada hewan lambung tunggal (kelinci) organ saluran pencernaanya terdiri dari mulut, faring, kerongkongan, lambung (gastrum), usus halus (intestineum tenue), yang terdiri dari doedenum, jejenum, ileum, usus besar (intestinum crasum), yang terdiri dari kolon, sekum, dan rektum kemudian berakhir pada anus.
Saluran pencernaan non ruminansia.  Pada ternak non ruminansia atau hewan yang mempunyai labung tunggal alat pencernaanya terdiri dari a.    Mulut ( cawar oris )
          b.    Tekak ( pharing )
          c.    Kerongkongan ( esophagus )
          d.    Gastrium ( lambung )
          e.    Intestinum tenue ( usus halus: duodenum, ileum ,jejunum ) usus kasar (
               caecum dan rektum)
          f.     Anus
          Saluran pencernaan ini dinamakan dengan monogastrik, pada jenis unggas saluran pencernaanya mempunyai beberapa perbedaan dalam bentuk anatominya dengan hewan monogastrik lainnya, tetapi fungsinya secara umum dapat di katakana hamper sama, sedangkan pada hewan ruminansia lebih komleks.
Perbedaan kebutuhan zat makanan ternak ruminansia dan non ruminansia Standar kebutuhan pakan atau sering juga diberi istilah dengan standar kebutuhan zat-zat makanan pada hewan ruminansia sering menggunakan satuan yang beragam, misalnya untuk kebutuhan energi dipakai Total Digestible Nutrient (TDN), Metabolizable Energy (ME) atau Net Energy (NEl) sedangkan untuk kebutuhan protein dipakai nilai Protein Kasar (PK), PK tercerna atau kombinasi dari nilai degradasi protein di rumen atau protein yang tak terdegradasi di rumen. Istilah standar didefinisikan sebagai dasar kebutuhan yang dihubungkan dengan fungsi aktif (status faali) dari hewan tersebut.
Misalnya pada sapi perah, pemberian pakan didasarkan atas kebutuhan untuk hidup pokok dan produksi susu, sedangkan untuk sapi potong lebih ditujukan untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Namun tidak mudah pula untuk menentukan kebutuhan hanya untuk hidup pokok saja atau produksi saja, terutama untuk kebutuhan zat makanan yang kecil seperti vitamin dan mineral.
Dalam prakteknya dapat diambil contoh sebagai berikut :
Seekor sapi dengan bobot 500 kg memerlukan energi hidup pokok sebesar 33 MJ NE. Nilai kebutuhan energi ini dapat bervariasi karena dilapangan akan didapatkan data untuk sapi dengan kelebihan atau kekurangan pakan. Oleh sebab itu dalam pemberian harus ditetapkan batas minimal sejumlah kebutuhan nutrient yang direkomendasikan NRC, jangan sampai kurang dari kebutahan.
Variasi kebutuhan ditentukan oleh macam hewan dan kualitas pakan. Sesungguhnya standar pakan ini dibuat untuk dapat mengantisipasi situasi yang lebih beragam, termasuk pengaruh perubahan cuaca. Standar ini juga masihbisa dipakai untuk kepentingan taraf nasional (dari Negara yang menyusun) ataubahkan dapat untuk keperluan dunia internasional yang mempunyai kondisi iklim yang hampir sama.
Sejak tahun 1960-1965 di Inggris, melalui Dewan Agricultural Research Council (ARC) telah membuat tabel standar kebutuhan nutrient dari beberapa jenis ternak. Pada tahun 1970 semua publikasi mengenai table kebutuhan nutrient tersebut diperbaharui (direvisi) dan keluarlah edisi terbaru untuk ruminansia pada tahun 1980. Perubahan tersebut meliputi seluruh zat makanan terutama tentang standar untuk penggunaan vitamin dan mineral. Saat ini telah banyak negara maju dan berkembang yang mempunyai standar kebutuan zat makanan untuk ternak lokalnya. Namun sampai sekarang Indonesia belum mempunyai tabel tersebut. Standar kebutuhan yang dipakai di Indonesia adalah hasil dari banyak penelitian yang ada saja.
Standar Kebutuhan Nutrien untuk Hidup Pokok Seekor hewan dikatakan dalam keadaan kondisi hidup pokok apabila komposisi tubuhnya tetap, tidak tambah dan tidak kurang, tidak ada produk susuatau tidak ada tambahn ekstra energi untuk kerja. Nilai kebutuhan hidup pokok ini hanya dibutuhkan secara akademis saja, sedangkan dunia praktisi tidak membutuhkan informasi tersebut, yang dibutuhkan oleh praktisiwan adalah total kebutuhan hidup pokok dan produksi yang optimal. Jadi pendapat mengenai kebutuhan hidup pokok untuk hewan secara teori berbeda dengan prakteknya.
Pada hewan yang puasa akan terjadi oksidasi cadangan nutrient untuk memenuhi kebutuhan energi hidup pokoknya, seperti untuk bernafas dan mengalirkan darah ke organ sasaran. Tujuan sesungguhnya dari pembuatan ransum untuk hidup pokok adalah supaya tidak terjadi perombakan cadangan tubuh yang digunakan untuk aktivitas pokok.




Sumber : http://sridesiaswarikambest.blogspot.com/2013/12/makalah-ternak-ruminansia-dan-non.html

Komentar