Definisi dari Ternak Rumiansia dan Non Ruminansia
Ternak ruminansia adalah ternak
atau hewan yang memiliki empat buah lambung dan mengalami proses memamahbiak
atau proses pengembalian makanan dari lambung ke mulut untuk di mamah. Contoh
hewan ruminansia ini adalah ternak sapi, kerbau, dambing serta ternak domba.
Ternak non ruminansia adalah ternak atau hewan yang memiliki satu lambung atau
di sebutjuga dengan ternak monogastrik. Contohnya : ayam, burung, kuda serta
babi.
Ruminansia merupakan binatang
berkuku genap subordo dari ordo Artiodactyla disebut juga mammalia
berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin "ruminare" yang artinya mengunyah kembali atau memamah
biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak. Hewan
ruminansia umumnya herbivora atau pemakan tanaman, sehingga sebagian besar
makanannya adalah selulose, hemiselulose dan bahkan lignin yang semuanya
dikategorikan sebagai serat kasar. Hewan ini disebut juga hewan berlambung
jamak atau polygastric animal, karena lambungnya terdiri atas rumen, retikulum,
omasum dan abomasum. Rumen merupakan bagian terbesar dan terpenting dalam
mencerna serat kasar, sehingga karena pentingnya rumen dalam proses pencernaan
ruminansia, maka timbul pelajaran khusus yang disebut ruminologi.
Ruminansia
adalah kelompok hewan mamalia yang bisa memah (memakan) dua kali sehingga
kelompok hewan tersebut dikenal uga sebagai hewan memamah biak. Dalam sistem
klasifikasi, manusia dan hewan ruminansia pada umumnya mempunyai kesamaan siri
dari sistem pencernaan hewan ruminansia dan manusia. Contoh hewan ruminansia
ialah kerbau, domba, kambing, sapi, kuda, jerapah, kancil, rusa dan lain –
lain.
Seperti halnya pada manusia, hewan ruminansia memiliki
seperangkat alat pencernaan seperti rongga mulut (gigi) pada hewan ruminansia
terdapat gigi gerahan yang besar yang berfungsi untuk menggiling dan menggilas
serta mengunyah rerumputan yang mengandung selulosa yang sulit dicerna. Selain
rongga mulut hewan ruminansia memiliki persamaan dalam alat pencernaan yaitu
esophagus, lambung dan usus. Hewan non ruminansia (unggas) memiliki
pencernaan monogastrik (perut tunggal) yang berkapasitas kecil. Makanan
ditampung di dalam crop kemudian empedal/gizzard terjadi
penggilingan sempurna hingga halus. Makanan yang tidak tercerna akan keluar
bersama ekskreta, oleh karena itu sisa pencernaan pada unggas berbentuk cair.
Ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki empat buah
kantung lambung yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Proses pencernaan
ruminansaia yaitu pencernaan secara mekanisme dimulut dengan bantuan saliva
(air lidah), pencernaan fermentatif didalam rumen dengan bantuan mikroba rumen,
dan pencernaan enzimatis pasca rumen (hidrolitik). Ruminansia adalah hewan
pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki empat buah kantung lambung yaitu
rumen, retikulum, omasum, dan abomasum.Ternak ruminansia merupakan hewan yang
memiliki empat lambung, diantaranya rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
Sedangkan ternak non-ruminansia hanya memiliki satu lambung atau sering disebut
dengan mono gastric. . Hewan Ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau
herbivora yang memiliki lambung dengan beberapa ruangan. Hewan ruminansia
termasuk dalam sub ordo Ruminansia dan ordonya adalah Artiodaktil atau berkuku
belah. Hewan non ruminansia adalah hewan yang hanya memiliki satu lambung atau
mono gastrik. Hewan non ruminansia merupakan hewan berperut tunggal dan
sederhana.
B. Sistem Pencernaan Ternak
Ruminansia dan Non Ruminansia
Pola sistem pencernaan pada hewan
umumnya sama dengan manusia, yaitu terdiri atas mulut, faring, esofagus,
lambung, dan usus. Namun demikian, struktur alat pencernaan kadang-kadang
berbeda antara hewan yang satu dengan hewan yang lain. Berdasarkan susunan gigi
di atas, terlihat bahwa sapi (hewan memamah biak) tidak mempunyai gigi seri
bagian atas dan gigi taring, tetapi memiliki gigi geraham lebih banyak
dibandingkan dengan manusia sesuai dengan fungsinya untuk mengunyah makanan
berserat, yaitu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri atas 50% selulosa. Jika
dibandingkan dengan kuda, faring pada sapi lebih pendek. Esofagus
(kerongkongan) pada sapi sangat pendek dan lebar serta lebih mampu berdilatasi
(mernbesar). Esofagus berdinding tipis dan panjangnya bervariasi diperkirakan
sekitar 5 cm. Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi
rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan
sementara yang akan dimamah kembali (kedua kali).
Selain itu, pada lambung juga terjadi
proses pembusukan dan fermentasi. Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian,
yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum dengan ukuran yang bervariasi
sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%,
omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%. Pembagian ini terlihat dari bentuk tonjolan
pada saat otot sfinkter berkontraksi. Makanan dari kerongkongan akan masuk
rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di
rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh
enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Dari
rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan akan
dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan
dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut makanan akan
ditelan kembali untuk diteruskan ke ornasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang
memproduksi enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan
diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih
terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim. Selulase yang
dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa menjadi
asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena pH yang
sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan untuk
menjadi sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan ini
tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia. Asam lemak serta
protein inilah yang menjadi bahan baku pembentukkan susu pada sapi. Nah, inilah
alasan mengapa hanya dengan memakan rumput, sapi dapat menghasilkan susu yang
bermanfaat bagi manusia. Hewan seperti kuda, kelinci, dan marmut tidak
mempunyai struktur lambung seperti pada sapi untuk fermentasi seluIosa. Proses
fermentasi atau pembusukan yang dilaksanakan oleh bakteri terjadi pada sekum
yang banyak mengandung bakteri. Proses fermentasi pada sekum tidak seefektif
fermentasi yang terjadi di lambung. Akibatnya kotoran kuda, kelinci, dan marmut
lebih kasar karena proses pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yakni
pada sekum. Sedangkan pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada
lambung dan sekum yang kedua-duanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa
tertentu.
Pada kelinci dan marmut, kotoran yang
telah keluar tubuh seringkali dimakan kembali. Kotoran yang belum tercerna tadi
masih mengandung banyak zat makanan, yang akan dicernakan lagi oleh kelinci.
Sekum pada pemakan tumbuh-tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan sekum
karnivora. Hal itu disebabkan karena makanan herbivora bervolume besar dan
proses pencernaannya berat, sedangkan pada karnivora volume makanan kecil dan
pencernaan berlangsung dengan cepat. Usus pada sapi sangat panjang, usus
halusnya bisa mencapai 40 meter. Hal itu dipengaruhi oleh makanannya yang
sebagian besar terdiri dari serat (selulosa). Enzim selulase yang dihasilkan
oleh bakteri ini tidak hanya berfungsi untuk mencerna selulosa menjadi asam
lemak, tetapi juga dapat menghasilkan bio gas yang berupa CH4 yang dapat digunakan
sebagai sumber energi alternatif. Tidak tertutup kemungkinan bakteri yang ada
di sekum akan keluar dari tubuh organisme bersama feses, sehingga di dalam
feses (tinja) hewan yang mengandung bahan organik akan diuraikan dan dapat
melepaskan gas CH4 (gas bio). Jika di lihat urutan saluran pencernaan pada
ruminansia adalah sebagia berikut;
1.mulut esophagus rumen reticulum omasum abomasum usus halus usus besar
1.mulut esophagus rumen reticulum omasum abomasum usus halus usus besar
(caecum, rectum ) anus.
2. Saluran pencernaan non ruminansia.
Pada ternak non ruminansia atau hewan yang mempunyai labung tunggal alat pencernaanya terdiri dari :
Mulut ( cawar oris ) tekak ( pharing ) kerongkongan ( esophagus ) gastrium ( lambung ) intestinum tenue ( usus halus: duodenum, ileum ,jejunum ) usus kasar ( caecum dan rektum) anus. Saluran pencernaan ini dinamakan dengan monogastrik, pada jenis unggas saluran pencernaanya mempunyai beberapa perbedaan dalam bentuk anatominya dengan hewan monogastrik lainnya, tetapi fungsinya secara umum dapat di katakana hamper sama, sedangkan pada hewan ruminansia lebih komleks.
Perbedaan kebutuhan zat makanan ternak ruminansia dan non ruminansia yaitu Standar kebutuhan pakan atau sering juga diberi istilah dengan standar kebutuhan zat-zat makanan pada hewan ruminansia sering menggunakan satuan yang beragam, misalnya untuk kebutuhan energi dipakai Total Digestible Nutrient (TDN), Metabolizable Energy (ME) atau Net Energy (NEl) sedangkan untuk kebutuhan protein dipakai nilai Protein Kasar (PK), PK tercerna atau kombinasi dari nilai degradasi protein di rumen atau protein yang tak terdegradasi di rumen. Istilah Standar didefinisikan sebagai dasar kebutuhan yang dihubungkan dengan fungsi aktif (status faali) dari hewan tersebut. Misalnya pada sapi perah, pemberian pakan didasarkan atas kebutuhan untuk hidup pokok dan produksi susu, sedangkan untuk sapi potong lebih ditujukan untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Namun tidak mudah pula untuk menentukan kebutuhan hanya untuk hidup pokok saja atau produksi saja, terutama untuk kebutuhan zat makanan yang kecil seperti vitamin dan mineral.
2. Saluran pencernaan non ruminansia.
Pada ternak non ruminansia atau hewan yang mempunyai labung tunggal alat pencernaanya terdiri dari :
Mulut ( cawar oris ) tekak ( pharing ) kerongkongan ( esophagus ) gastrium ( lambung ) intestinum tenue ( usus halus: duodenum, ileum ,jejunum ) usus kasar ( caecum dan rektum) anus. Saluran pencernaan ini dinamakan dengan monogastrik, pada jenis unggas saluran pencernaanya mempunyai beberapa perbedaan dalam bentuk anatominya dengan hewan monogastrik lainnya, tetapi fungsinya secara umum dapat di katakana hamper sama, sedangkan pada hewan ruminansia lebih komleks.
Perbedaan kebutuhan zat makanan ternak ruminansia dan non ruminansia yaitu Standar kebutuhan pakan atau sering juga diberi istilah dengan standar kebutuhan zat-zat makanan pada hewan ruminansia sering menggunakan satuan yang beragam, misalnya untuk kebutuhan energi dipakai Total Digestible Nutrient (TDN), Metabolizable Energy (ME) atau Net Energy (NEl) sedangkan untuk kebutuhan protein dipakai nilai Protein Kasar (PK), PK tercerna atau kombinasi dari nilai degradasi protein di rumen atau protein yang tak terdegradasi di rumen. Istilah Standar didefinisikan sebagai dasar kebutuhan yang dihubungkan dengan fungsi aktif (status faali) dari hewan tersebut. Misalnya pada sapi perah, pemberian pakan didasarkan atas kebutuhan untuk hidup pokok dan produksi susu, sedangkan untuk sapi potong lebih ditujukan untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Namun tidak mudah pula untuk menentukan kebutuhan hanya untuk hidup pokok saja atau produksi saja, terutama untuk kebutuhan zat makanan yang kecil seperti vitamin dan mineral.
Alat pencernaan (Apparatus
digestorius) terdiri atas saluran pencernaan (Tractus alimentarius)
dan organ pembantu (Organa accesoria). Dilihat dari anatomi alat
pencernaan, terdapat tiga kelompok hewan yakni kelompok hewan berlambung jamak
(polygastric animals) antara lain sapi, kerbau, rusa, domba, kambing dan
kijang, kelompok hewan berlambung tunggal (monogastric animals) antara
lain manusia, anjing, kucing, babi, kuda dan kelinci, dan hewan yang berlambung
jamak semu (pseudo polygastric animals) antara lain ayam, bebek, angsa,
dan burung. Hewan yang berlambung jamak dikelompokkan sebagai ruminansia dan
yang berlambung tunggal dikelompokkan ke dalam non ruminansia. Unggas yang
merupakan hewan berlambung jamak semu (pseudo ruminants) dikelompokkan ke dalam
non-ruminansia.
Makanan dari
kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara bagi
makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan
fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis
protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di
tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar
(disebut bolus). Bolus akan dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari
mulut makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke ornasum. Pada
omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan
bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya
dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh
enzim.
Selulase yang dihasilkan oleh
mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa menjadi asam lemak. Akan
tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena Ph yang sangat rendah,
akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan untuk menjadi sumber
protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan ini tidak memerlukan
asam amino esensial seperti pada manusia.
Sedangkan pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung
dan sekum yang kedua-duanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu. Pada
kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar tubuh seringkali dimakan kembali.
Kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung banyak zat makanan, yang akan
dicernakan lagi oleh kelinci. Sekum pada pemakan tumbuh-tumbuhan lebih besar
dibandingkan dengan sekum karnivora.
Hal
itu disebabkan karena makanan herbivora bervolume besar dan proses pencernaannya berat, sedangkan pada
karnivora volume makanan kecil dan pencernaan berlangsung dengan cepat. Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai 40 meter. Hal itu dipengaruhi oleh makanannya yang sebagian besar terdiri dari serat
(selulosa).
Pencernaan karbohidrat dimulai di mulut, dimana bahan makanan bercampur dengan
ptialin, yaitu enzim yang dihasilkan oleh kelenjar saliva (saliva hewan
ruminansia sama sekali tidak mengandung ptyalin). Ptialin mencerna pati menjadi maltosa dan dekstrin.Pencernaan tersebut
sebagian besar terjadi di mulut dan lambung. Mucin dalam saliva tidak mencerna
pati, tetapi melumasi bahan makanan sehingga dengan demikian bahan makanan
mudah untuk ditelan.Mikroorganisme dalam rumen merombak selulosa untuk membentuk
asam-asam lemak terbang.
Mikroorganisme tersebut mencerna pula pati, gula, lemak, protein dan nitrogen
bukan protein untuk membentuk protein mikrobial dan vitamin B. Tidak ada enzim
dari sekresi lambung ruminansia tersangkut dalam sintesis mikrobial. Amilase
dari pankreas dikeluarkan ke dalam bagian pertama usus halus (duodenum) yang
kemudian terus mencerna pati dan dekstrin menjadi dekstrin sederhana dan
maltosa.
Enzim-enzim lain dalam usus
halus yang berasal dari getah usus mencerna pula karbohidrat.Enzim-enzim
tersebut adalah
1. Sukrase (invertase) yang merombak sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa.
2. Maltase yang merombak maltosa
menjadi glukosa
3.Laktase yang merombak laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa.
Dari data diatas dapat dirangkum bahwa , Pada hewan memamah
biak, lambungnya terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Rumen: bagian lambung tempat penghancuran makanan secara
mekanis
2. Retikulum:
bagian lambung tempat pencernaan selulosa oleh bakteri
3. Omasum: bagian lambung tempat pencernaan secara mekanik
4. Abomasum: bagian lambung tempat terjadinya pencernaan secara
kimiawi dengan bantuan enzim dan
HCl yang dihasilkan oleh dinding
abomasum.
Makanan ruminansia banyak mengandung selulosa, hemiselulosa, pati, dan
karbohidrat yang larut dalam air dan fruktan-fruktan. Proses degradasi
dan fermentasi karbohidrat dalam rumen dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu (1)
pemecahan pertikel makanan yang menghasilkan polimer karbohidrat, (2) hidrolisa
polimer menjadi sakarida sederhana (glukosa), dan (3) fermentasi sakarida
sederhana menghasilkan VFA berupa asetat, propionate, dan butirat, serta gas CO2
dan CH4.
Fermentasi makanan oleh mikroba rumen akan berlangsung
dengan baik jika didukung oleh kondisi yang sesuai untuk kehidupan mikroba.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kondisi rumen mendekati
anaerob, pH diusahakan 6,6-7,0 dengan saliva sebagai larutan penyangga
(buffer), kontraksi rumen menambah kontak antara enzim dengan makanan, laju
pengosongan rumen diatur selalu terisi walaupun ternak menderita lapar dalam
waktu yang lama, serta suhu rumen konstan, faktor tersebut diperlukan untuk
kelangsungan proses fermentasi.
Keuntungan ruminansia
Keuntungan ruminansia yang mempunyai organ fermentatif
sebelum usus halus adalah: (1) dapat mencerna bahan makanan berkadar serat
kasar tinggi sehingga bahan makanannya sebagian tidak bersaing dengan manusia,
(2) mampu mengubah sembarang N termasuk Non Protein Nitrogen (NPN) seperti urea
menjadi protein bermutu tinggi, (3) keperluan asam amino untuk memenuhi nutrisi
proteinnya tidak bergantung kepada kualitas protein
makanannya, (4) produk fermentatif dalam rumen dapat disajikan ke dalam usus
halus dalam bentuk yang mudah dicerna, dan (5) kapasitas rumen yang sangat
besar, mampu menampung banyak sekali makanan sehingga proses makannya dapat
berjalan dengan cepat.
Hewan non ruminansia (unggas) memiliki
pencernaan monogastrik (perut tunggal) yang berkapasitas kecil. Makanan
ditampung di dalam crop kemudian empedal/gizzard terjadi
penggilingan sempurna hingga halus. Makanan yang tidak tercerna akan keluar
bersama ekskreta, oleh karena itu sisa pencernaan pada unggas berbentuk cair.
Zat kimia dari hasil–hasil sekresi kelenjar pencernaan
memiliki peranan penting dalam sistem pencernaan manusia dan hewan monogastrik
lainnya. Pencernaan makanan berupa serat tidak terlalu berarti dalam spesies
ini. Unggas tidak memerlukan peranan mikroorganisme secara maksimal, karena
makanan berupa serat sedikit dikonsumsi. Saluran pencernaan unggas sangat
berbeda dengan pencernaan pada mamalia. Perbedaan itu terletak didaerah mulut
dan perut, unggas tidak memiliki gigi untuk mengunyah, namun memiliki lidah
yang kaku untuk menelan makanannya. Perut unggas memiliki keistimewaan yaitu
terjadi pencernaan mekanik dengan batu-batu kecil yang dimakan oleh unggas di gizzard.
Saluran pencernaan ruminansia terdiri dari rongga
mulut (oral), kerongkongan (oesophagus), proventrikulus (pars
glandularis), yang terdiri dari rumen, retikulum, dan omasum;
ventrikulus (pars muscularis) yakni abomasum, usus halus (intestinum
tenue), usus besar (intestinum crassum), sekum (coecum),
kolon, dan anus. Lambung sapi sangat besar, yakni ¾ dari isi rongga perut.
Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan
dikunyah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi pembusukan
dan peragian.
Pada hewan lambung tunggal (kelinci) organ saluran
pencernaanya terdiri dari mulut, faring, kerongkongan, lambung (gastrum),
usus halus (intestineum tenue), yang terdiri dari doedenum, jejenum,
ileum, usus besar (intestinum crasum), yang terdiri dari kolon,
sekum, dan rektum kemudian berakhir pada anus.
Saluran pencernaan non ruminansia. Pada ternak
non ruminansia atau hewan yang mempunyai labung tunggal alat pencernaanya
terdiri dari a. Mulut ( cawar oris )
b. Tekak ( pharing )
c. Kerongkongan ( esophagus )
d. Gastrium ( lambung )
e. Intestinum tenue ( usus halus: duodenum, ileum
,jejunum ) usus kasar (
caecum dan rektum)
f. Anus
Saluran pencernaan ini dinamakan dengan monogastrik, pada jenis unggas
saluran pencernaanya mempunyai beberapa perbedaan dalam bentuk anatominya
dengan hewan monogastrik lainnya, tetapi fungsinya secara umum dapat di
katakana hamper sama, sedangkan pada hewan ruminansia lebih komleks.
Perbedaan kebutuhan zat makanan ternak ruminansia dan
non ruminansia Standar kebutuhan pakan atau sering juga diberi istilah dengan
standar kebutuhan zat-zat makanan pada hewan ruminansia sering menggunakan
satuan yang beragam, misalnya untuk kebutuhan energi dipakai Total Digestible Nutrient
(TDN), Metabolizable Energy (ME) atau Net Energy (NEl) sedangkan untuk
kebutuhan protein dipakai nilai Protein Kasar (PK), PK tercerna atau kombinasi
dari nilai degradasi protein di rumen atau protein yang tak terdegradasi di
rumen. Istilah standar didefinisikan sebagai dasar kebutuhan yang dihubungkan
dengan fungsi aktif (status faali) dari hewan tersebut.
Misalnya pada sapi perah, pemberian pakan didasarkan
atas kebutuhan untuk hidup pokok dan produksi susu, sedangkan untuk sapi potong
lebih ditujukan untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Namun tidak mudah
pula untuk menentukan kebutuhan hanya untuk hidup pokok saja atau produksi
saja, terutama untuk kebutuhan zat makanan yang kecil seperti vitamin dan
mineral.
Dalam prakteknya dapat diambil contoh sebagai berikut
:
Seekor sapi
dengan bobot 500 kg memerlukan energi hidup pokok sebesar 33 MJ NE. Nilai
kebutuhan energi ini dapat bervariasi karena dilapangan akan didapatkan data
untuk sapi dengan kelebihan atau kekurangan pakan. Oleh sebab itu dalam
pemberian harus ditetapkan batas minimal sejumlah kebutuhan nutrient yang
direkomendasikan NRC, jangan sampai kurang dari kebutahan.
Variasi kebutuhan ditentukan oleh macam hewan dan
kualitas pakan. Sesungguhnya standar pakan ini dibuat untuk dapat mengantisipasi
situasi yang lebih beragam, termasuk pengaruh perubahan cuaca. Standar ini juga
masihbisa dipakai untuk kepentingan taraf nasional (dari Negara yang menyusun)
ataubahkan dapat untuk keperluan dunia internasional yang mempunyai kondisi
iklim yang hampir sama.
Sejak tahun 1960-1965 di Inggris, melalui Dewan
Agricultural Research Council (ARC) telah membuat tabel standar kebutuhan
nutrient dari beberapa jenis ternak. Pada tahun 1970 semua publikasi mengenai
table kebutuhan nutrient tersebut diperbaharui (direvisi) dan keluarlah edisi
terbaru untuk ruminansia pada tahun 1980. Perubahan tersebut meliputi seluruh
zat makanan terutama tentang standar untuk penggunaan vitamin dan mineral. Saat
ini telah banyak negara maju dan berkembang yang mempunyai standar kebutuan zat
makanan untuk ternak lokalnya. Namun sampai sekarang Indonesia belum mempunyai
tabel tersebut. Standar kebutuhan yang dipakai di Indonesia adalah hasil dari
banyak penelitian yang ada saja.
Standar Kebutuhan Nutrien untuk Hidup Pokok Seekor
hewan dikatakan dalam keadaan kondisi hidup pokok apabila komposisi tubuhnya
tetap, tidak tambah dan tidak kurang, tidak ada produk susuatau tidak ada
tambahn ekstra energi untuk kerja. Nilai kebutuhan hidup pokok ini hanya
dibutuhkan secara akademis saja, sedangkan dunia praktisi tidak membutuhkan
informasi tersebut, yang dibutuhkan oleh praktisiwan adalah total kebutuhan
hidup pokok dan produksi yang optimal. Jadi pendapat mengenai kebutuhan hidup
pokok untuk hewan secara teori berbeda dengan prakteknya.
Pada hewan yang puasa akan terjadi oksidasi cadangan
nutrient untuk memenuhi kebutuhan energi hidup pokoknya, seperti untuk bernafas
dan mengalirkan darah ke organ sasaran. Tujuan sesungguhnya dari pembuatan
ransum untuk hidup pokok adalah supaya tidak terjadi perombakan cadangan tubuh
yang digunakan untuk aktivitas pokok.
Sumber : http://sridesiaswarikambest.blogspot.com/2013/12/makalah-ternak-ruminansia-dan-non.html
Komentar
Posting Komentar